Minggu, 24 November 2013

AGAMA SEBAGAI KEWAJIBAN

I.          Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Menurut ajaran agama hindu yang tercantum di dalam pustaka suci Weda bahwa kebaktian terhadap Ida Shang Hyang Widhi Wasa dan para leluhur terutama Ibu Bapak, yang telah sangat berjasa terhadap manusia dan prati sentana (keturunan), dianggap kurang sempurna hanya dengan pemujaan berupa doa dan pujian, sujud bakti dengan pikiran atau batin saja. Demikian pula rasa angayu bagia dan paramasuksmaning idep terhadap alam semesta dengan segala isinya berdasarkan pikiran semata-mata, juga dinilai kurang sempurna, sebab itu kebaktian dengan doa pujian dan sujud bakti dan lain , sebagainya akan menjadi sempurna serta akan memperoleh wara nugraha dan pahala, bilamana disertai dan dilengkapi kebaktian dengan mempergunakan sebagian harta benda. Penggunaan sebagian harta benda sebagai persembahan suci atau korban suci untuk Ida Shang Hyang Widhi Wasa, untuk para leluhur, sedekah untuk fakir miskin dan lain sebagainya yang disebut yadnya.
Demikianlah konsekuensi logis untuk pemeluk agama hindu didalam kehidupannya yaitu sebagai dharma dengan menyelenggarakan suatu yadnya. Disamping itu ditinjau dari falsafah agama hindu harus selalu terjalin hubungan baik kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa, leluhur, dan alam semesta dengan segala isinya adalah berdasarkan dan dalam bentuk beraneka ragam baik yang bersifat sekala maupun niskala. Dengan mempergunakan atau melalui jenis atau macam hubungan ini manusia akan dapat mencapi tujuannya berkat adanya wara nugraha baik dari Ida Shang Hyang Widhi Wasa maupun dari para leluhur serta kebaikan dari semesta alam dengan semua isinya. Dilihat dari ajaran dharma susila, dimana diyakini bahwa Shang Hyang Widhi Wasa adalah memiliki sifat serba maha, maka manusia dan makhluk lainnya serta jagat raya dengan seluruh isinya selalu bernaung dibawah lindungannya. Demikian pula prati sentana yang dilahirkan, dipelihara, dan dididik oleh para leluhur terutama Ibu Bapak, sehingga dengan demikian berarti manusia berhutang budi secara sekala niskala baik terhadap Ida Shang Hyang Widhi Wasa maupun terhadap para leluhur. Hutang budi itu tidak mungkin akan dibalas dengan apapun juga karena manusia memiliki keterbataan disegala bidang, dan untuk itu maka satu-satunya dharma susila yang dapat dilakukan terhadapnya, hanyalah dengan jalan menghaturkan paramasuksmaning idep yaitu sebagai pernyataan terimakasih yang setinggi-tingginya yang berdasarkan ketulus ikhlasan yang keluar dari hati nurani yang paling dalam.

Hubungan yang selaras itu berarti menyesuaikan diri dengan sekelilingnya. Tata susila memusatkan pada jasmani, pikiran, dan indera. Didalam hidup kita, kita mempunyai 2 kewajiban yaitu:
1.      Menyelaraskan hubungan badan dengan paramatman didalamnya
2.      Menyelaraskan hubungan makhluk yang berbeda-beda, yaitu dewa-dewa. Pitra-pitra, resi-resi, manusia dan makhluk yang lainnya.
Keselarasan badan dengan paramatman, berarti menjadikan badan sendiri tempat untuk mewujudkan sifat dari Shang Hyang Widhi Wasa. Badan jasmani harus bersih dan sehat. Menjaga kebersihan dan kesehatan badan, berarti membuat keadaan badan selaras dan teratur. Kita dapat bekerja lebih baik dengan badan yang bersih dan sehat. Pikiran menjadi cerdas dan sukacita oleh karena badan bersih dan sehat. Sebaliknya, bila badan sakit, maka ia tidak dapat memusatkan pekerjaannya, hingga pikirannya selalu terganggu. Ini berarti bahwa badan tidak selaras dan tidak teratur lagi dan mempengaruhi pikiran. Untuk menjaga kesehatan badan, hendaklah badan itu dipelihara dengan makanan yng dapat menimbulkan sifar satwa, karena makanan itu menambah kekuatan badan yang mempengaruhi badan dan indera.
Didalam Bhagawadgita XVII, syair 8,9,10, disebutkan:
8. ayuhsattwabalarogya
Sukhapritiwiwardhanah
Prasyah senigdhah sthira hrdaya
Aharahsattwikapryah
Maksudnya;
Makanan yanag mnemberi hidup, kegiatan, kekuatan, kesehtan, kegembiraan, keringanan, manis lembut menyegarkan dan menyenangkan hati, disukai oleh orang yang bersifat sattwa
9. katwamla lawanapatyusnah
Tiksnaruhsawidahinah
Ahara rajasasye stha
Duhkacokamayapradah
Maksudnya:
Makanan yang pahit, asam, asin, panas, pedas, kering, terbakar, dan memberi persaan yang tidak enak, susah dan sakit, disukai oleh orang yang bersifat atau nafsu.
10. yatayamam garatasam
Puti paryusitam cay at
Ucistam apica medhyam
Bhoyanam tamasatriam
Maksudnya:
Makanan yang mentah, hambar, busuk, basi, rusak dan kotor, disukai oleh orang yang bersifat tamak.
     Dari tiga macam golongan maknan yang dapat memperbesar sifat satwa, rajah, dan tamah yang terbaik dan tertinggi dalam pertumbuhan badan kita agar menjadi badan yang kuat dan sehat, adalah makanan yang tergolong dalam makanan yang disukai oleh orang yang bersifat satwa. Kekuatan satwa pada badan berarti keselarasan dengan ISWW yang berada dakm diri manusia karena dengan satwa ISWW, dapat mewujudkan sifat-sifat kedewaanya kluar.selain menyelaraskan badan kasar, tata susila juga memusatkan penyelarasan kepada badan halus. Bagian-bagian yang termasuk dari badan sarira, ialah pikiran da indera. Pikiran hendaknya mengemudikan indera, oleh karena itu pikran harus bersih dan murni. Pikiran harus dilatih untuk mencapai kebajikan, seperti yang diajarkan dalam kitab suci. Kewajiban itu pada umumnya dalah;
1.      Cinta kepada kebenaran
2.      Cinta kepada kejujuran
3.      Cinta kepada keikhlasan
4.      Cinta kepada keadilan
Dalam hubungan, pikiran dan indera didalam manu smerti II, 88 disebutkan bahwa:
Indrayanam wicaratam
Wisayeswapaharsu
Sang yama yatnamatista
Dwidam yantewa wayinam
Maksudnya:
Orang bijaksana harus berusaha mengemudikan inderanya yang berkeliaran ditengah-tengan benda pemuasnya yang menarik nafsu, sebagai kusir kuda yang banyak.

Dharma eva harto kanti
Dharma raksati raksitah
Tasmad dharma na hantatavyo
Mano dharma hato’vadhi.
(Dikutip dari mahabharata)
Artinya:Bila engkau membunuh dharma, maka akan dibunuh olehNya. Karena itu Dharma tidak boleh dibunuh, karena Dharma yang dibunuh akan membunuhmu.
Dharma adalah Pengejawantahan dari satya. Satya adalah kebenaran veda yang tertinggi. Pengejawantahan dari satya itu adalah dharma. Dharma diaplikasikan menjadi Kewajiban, kebajikan dan kebenaran Normatif. Barang siapa yang tidak melakukan kewajiban maka iapun tidak memiliki hak atas sesuatu yang berhubungan dengan kewajiban tersebut. Orang yang tidak bekerja tidak berhak mendapatkan hasil.
Kewajiban itu timbul dari tahapan hidup dan karma wasana. Karma wasana mengandung swabawa dan guna. Swabawa adalah bibit sifat dan guna adalah bibit-bibit  bakat. Dari karma wasana inilah lahir apa yang disebut varna. Karena varna sesorang  di tentukan oleh guna dan karma. Artinya : Bakat dan pekerjaan. Karena itu dalam yajnavalkya dharmasastra dharma ada empat macam yaitu :
1.      Asrama dharma
2.      Bharavarna  dharma
3.      Guna dharma
4.      Dan sadarana dharma.
Asrama dharma yaitu : Dharma yang berdasarkan tahapan hidup sesorang. Kewajiban brahmacari asrama tidak sama dengan grhastha. Grhastha asrama, Brahmana berbeda dengan kewajiban ksatria. Kewajiban itu di sebut swadarma. Barang siapa yang tidak melakukan swadharma yang telah ditentukan, Iapun akan kehilangan hak-haknya. Seperti ia disebut sebagai brahmacari maupun brahmana varna. Jadinya hak itu timbul dari kewajiban. Zaman kali ini lebih banyak orang menuntut haknya daripada kewajiban. Karena itu banyak pihak yang  hidupnya menderita lahir dan batin menunutut hak dengan melakukan kewajiban terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya.
Inilah yang disebut dilindungi oleh dharma.disamping berarti kewajiban, Dharma juga berarti kebajikan. Kebajikan artinya berbuat baik pada orang lain. Seperti mengabdi,  menolong,  memperhatikan. Kalau kita tidak melakukan kebajikan kepada orang lain  sangatlah tidak tepat untuk mendapatkan perlakuan bajik dari orang lain. Kalau kita mendapatkan perbuatan bajik dari orang lain sedangkan kita tidak pernah melakukan perbuatan bajik pada orang lain itulah yang disebut pencuri dalam bagawandgitha. Artinya kita tidak memutar cakra yajna yang bersifat timbal balik. Dalam saramuscaya 135 bahwa manusia wajib melindungi kesejahteraan alam yang disebut bhuta hita. Dengan demikian manusipun mendapatkan hidup dari sumber-sumber alam yang sejahtera itu. Manusia akan menjadi sengsara hidupnya kalau ia merusak alama atau tidak melindungi kesejahteraan alam itu sendiri.
Disamping berati kebajikan dharma juga berarti hukum atau kebenaran normatif. Siapa yang mentaati hukum iapun akan dilindungi oleh hukum itu sendiri. Kita harus senyakin-nyakinnya bahwa kalau kita selalu hidup untuk menegakan dan melindungi hukum. Maka hukumpun akan melindungi kita. Saramuscaya 74 mengajarkan agar manusia agar tidak meragukan kebenaran ajaran karma phala. Kita harus selalu nyakin bahwa perbuatan kita akan mendaptkan phala yang mulia. Kalaupun kadang-kadang ada orang yang pendapatkan penderitaan pada awal-awalnya memegang teguh kebenaran,  hendaknya jangan ragu, cepat atau lambat perbuatan yang benar dan baik itu akan mendapatkan phala yang membahagiakan. Seperti halnya pandawa dalam epos mahabharata. Padawa pada awalnya mendapatkan nasib yang sangat mengenaskan. Sampai-sampai pandawa dibuang kehutan selama 12 tahun. Meskipun ia sangat menderita pandawa tetap teguh mlindung dharma. Oleh karenanya pandawa selalu mendapatkan perlindungan dari dharma juga. Akhir cerita pandawapun mendapatkan kemenangan yang sangat terhormat.
Praktek kehidupan beragama hendaknya menanamkan sedalam-dalamnya dalam lubuk hati sanubari agar berketetapan hati untuk selalu melindungi dharma.
            Meskipun manusia merupakan makhluk paling sempurna dan utama, namun Tuhan juga menggariskan ketentuan bagi manusia bahwa mutu kemanusiaannya masih didalam proes penyempurnaan. Manusia harus berjuang dengan mengerahkan segala daya yang ada pada dirinya untuk mencapai tingkat kesempurnaan tersebut. Sangat terbuka peluang untuk mencapai hal tersebut,  karena :
a.       Hanya mejelma sebagai manusia yang dapat membedakan perbuatan yang baik (subha karma) dengan perbuatan yang tidak baik (asubha karma) dan
b.      Bahanya sebagai manusia yang dapat menolong dirinya sendiri untuk menyempurnakan diri dengan cara melebur perbuatan tidak baik dengan perbuatan yang baik. Kesemuanya itu harus didasarkan dan dikendalikan dengan dharma yakni Tattwa dan Susila. Hanya dengan upaya ini manusia akan dapat mencapai bukan saja kebahagiaan yang bersifat duniawi (jagadhita) melainkan kebahagiaan yang tertinggi (moksa). Dalam hubungan dengan itu, berikut ini akan dikutip beberapa mantram dan sloka pustaka suci Hindu.
Sarasamuscaya, 261:
Cara berusaha memperoleh sesuatu hendaknya berdasarkan Dharma.
Atharva Veda, XX.18.3.:
 Mereka yang senantiasa sadar terhadap Dharma akan mencapai kebahagiaan tertinggi”.
Rgveda, I.41.6.:
Orang yang bekerja keras tidak mengenal lelah dan berbuat baik berdasarkan dharma, akan memperoleh kekayaan yang berharga dan menjadi suputra

            Kutipan mantram dan sloka tersebut memberi informasi bahwa cara dan keberhasilan seseorang mencapai kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan abadi, berkaitan erat satu sama lain. Hal ini terjadi karena seorang manusia didalam usaha untuk mencapai kebahagiaan duniawi memerlukan dharma sebagai dasar pengendalian diri, yang bersifat sosial-etis-religius. Tanpa dharma, seorang manusia akan menghadapi realitas kehiupan yang penuh dengan sikap dan prilaku adharma, dimana hukum rimba akan menjadi norma kehidupan yang kuat akan menghancurkan yang lemah. Dalam hubungan ini, bisa dipahami apabila dharma menjadi penting dan memegang peran strategis dan sentral didalam Hindu. Dharma merupakan alat kendali seseorang manusia didalam usahanya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan dan material (kama) dan berbagai keinginan dan kebutuhan material (artha) sekaligus dalam upaya melestarikan alam sekitar sebagi sumber daya kehidupan yang lestari sepanjang masa, sehingga tercapai kebahagiaan duniawi. Dharma berfungsi sebagai instrumen spiritual untuk mengelola konflik kepentingan antar manusia (Gorda, 1995:59-60).
            Berdasarkan uraian tersebut, manusia mempunyai kewajiban untuk selalu memperhatikan dan mengamalkan dharma, kalau mereka mendambakan tercapainya kebahagiaan duniawi. Bila kebahagiaan duniawi (jagadhita) terwujud, berkat pelaksanaan dharma secara sempurna, maka pada waktu yang sama manusia juga mencapai status Jivan mukthi, suatu tahap pendahuluan bagi seorang untuk mencapai Videha Mukthi (moksa). Yang disebut kemudian ini akan terjadi setelah manusia meninggal dunia. Disamping itu, sikap dan prilaku yang didasari oleh dharma juag menghasilkan pahala kepada yang bersangkutan, yakni menjasi suputra (anak yang baik). Suputra menurut pandangan Hindu, merupakan jembatan penghubung bagi atman orangtua dan atau leluhur, yang membentang diantara neraka dan surga. Oleh sebab itu, proses pencapaian kebahagiaan duniawi secara koaksial (menggunakan as yang sama) dengan proses pencapai kebahagiaan abadi di surga. Dengan perkataan lain, kebahagiaan duniawi merupakan prodak perambah jalan yang bergerak searah dan sederap dengan kebahagiaan abadi di surga.
            Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa biksu suci menjelma sebagai manusia (umat Hindu) adalan mengemban dharma untuk dihayati dan dipraktekkan sebagai alat pengendalian diri yang bersifat sosial-etis-religius. Yang dimaksud dengan dharma disini adalah sikap dan prilaku yang sesuai dengan ajaran-ajaran rohani (tattwa) dan etika (susila) menurut ajaran Hindu seperti yang terungkap.
Dalam Bhagawadgita, XVI.1,2 dan 3, yang dikenal yang dikenal dengan sifat-sifat kedewaan (Daivi Sampad), antara lain: kemurnian hati (jiwa), bijaksana, mantap mencari pengetahuan dan melakukan yoga, tak gentar, dermawan, menguasai indera, kejujuran, tidak menyakiti, bebas dari nafsu amarah, kash sayang kepada sesama makhluk, lemah lembut, sopan snatun, berketetapan hati, cekatan, suka memaafkan, teguh terhadap keyakinan (sraddha), berbudi luhur, tanpa keangkuhan, tidak irihati (dengki) dan sebagainya.
Dengan demikian dharma merupakan petunjuk arah paling tepat buat sikap dan prilaku, yang sekaligus juga memberikan prasyarat bagi sukses didalam meningkatkan mutu hidup didunia ini. Tanpa dharma, proses kerja kearah penyempurnaan mutu kehidupan dibawah pengaruh kecenderungan egoistis yang mengikuti selera dan kepentigan pribadi masing-masing. Kondisi semacam ini hanya menyuburkan berbagai bentuk pertentangan dan persaingan hidup yang tidak sehat yang pada gilirannya akan terjadi ketegangan, ketidakpuasan, kebingungan dan kecurigaan didalam kehidupan. Kalau konsidi tersebut tidak bisa dikendalikan, seperti telah diuraikan diatas, maka tak bisa dihindari berlakunya hkum rimba, yang kuat akan memakan yang lemah. Oleh sebab itu, dharma merupakan jalan utama kearah terwujudnya kesuksesan proses peningkatan mutu kehidupan, baik secara perorangan maupun kelompok. Karena dengan mengamalkan dharma, mereka tidak akan memperoleh rintangan dan kendala yang berarti didalam kehidupan didunia ini. Dalam kaitannya dengan ini, dalam pustaka suci terungkap bahwa “seseorang yang mengikuti dharma tidak pernah menjumpai duri dalam perjalanannya, segala sesuatu menjadi mudah.







II.       PEMBAHASAN
2.1 Aktualisasi Weda Melalui Proses Catur Konsep



Weda adalah kitab suci agama Hindu, diyakini dan dipedomi oleh umat Hindu sebagai satu satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari, maka kitab suci Weda adalah sumber ajaran agama Hindu.
Weda dihimpun menjadi 4 (empat) disebut "Samhita" dan keempat ini dikenal dengan nama Catur Weda yang terdiri dari Rg Weda, Sama Weda, Yayur Weda dan Atharwa Weda. Umat Hindu dengan kepercayaan dan keyakinannya mengaktualisasikan Weda dalam kehidupannya melalui proses Catur Konsep.
Catur Konsep yang kita bahas disini terdiri dari Catur Weda, Catur Purusartha, Catur Dharma, Catur Yuga, Catur Asrama, Catur Warna, dan Catur Marga. Melalui Catur Konsep inilah umat Hindu melakukan pencerahan kehadapan Yang Widhi Wasa disamping konsep2 lainnya seperti Panca Yadnya, Trikaya Parisuda, Tri Hita Karana dan lain lainnya.
Diantara Catur Konsep tersebut satu sama lainnya saling keterkaitan dan mempunyai korelasi sehingga maksud dan tujuannya akan menjadi lebih jelas apabila kita mencoba melakukan simulasi dari Catur Konsep tersebut. Tetapi sebelum melakukan simulasi sebaiknya Catur Konsep didalami terlebih dahulu, sehingga dapat dihubungkan antara Catur Konsep yang satu dengan yang lain dan mempunyai keterkaitan.
Setiap konsep pasti tidak terlepas dari konsep inti yaitu Weda, sebab Wedalah merupakan inti sari dari semua konsep yang ada dan tidak boleh menyimpang dari kitab suci Hindu Weda.


2.1.1 Catur Konsep.
Catur Konsep adalah suatu konsep dasar ajaran agama Hindu yang merupakan kepercayaan dan keyakinan umat Hindu yang terdiri dari Catur (empat) himpunan (bagian) yang saling keterkaitan satu dengan yang lain. Didalam Catur Konsep ini adalah pembahasan mengenai Visi Missi dan Etika yaitu tindakan yang harus dilakukan sebagai kewajiban agar umat Hindu dapat dengan mudah dan cepat dapat melakukan pendekatan atau pencerahan kehadapan Yang Maha Kuasa.
Dengan memperdalam Catur Konsep ini, umat Hindu dapat dengan jelas kemana arah tujuan yang akan ditempuh, sebab tahap2 yang wajib diaplikasikan secara sistematis sudah diatur didalam Catur Konsep ini. Tujuan akhir dari umat Hindu adalah Moksa, yang terdapat dalam Catur Purusartha, untuk mencapai Moksa dibutuhkan Catur Dharma sebagai landasannya. Umat Hindu percaya adanya ruang dan waktu (kala), dan diatur dalam Catur Yuga, setiap Yuga mempunyai pengaruh terhadap kehidupan di alam semesta ini.
Manusia dalam proses kehidupan dibagi dalam Catur Asrama sesuai dengan tingkat umur, masa, asrama dan setiap asrama mempunyai tanggung jawab yang berbeda beda sesuai dengan tujuan hidup yang terdapat dalam Catur Purusartha. Disamping Catur Asrama, manusia dalam kehidupannya mempunyai profesi masing masing sesuai tingkat bakat dan kemampuannya yang disebut Catur Warna (bukan Kasta).
Dalam mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa, dalam agama Hindu ada beberapa cara dapat ditempuh sesuai dengan kemampuan serta keinginan. Dalam agama Hindu diatur umatnya apabila ingin menunjukan Cinta Kasih kepada Tuhan melalui Catur Marga dan jangan dipermasalahan jalan (marga) mana yang akan ditempuh, terserah masing2 individu sesuai dengan keyakinanya.

Sebagai ilustrasi Catur Konsep dapat digambarkan sebagai berikut :
2.1.2 AKTUALISASI CATUR KONSEP.
Dalam mengaktualisasikan ajaran2 Weda tidak terlepas dari Panca Srada, Ritual dan Etika yang merupakan inti ajaran Agama Hindu. Untuk pembahasan dalam tulisan ini kita membatasi hanya beberapa Catur Konsep yang mempunyai keterkaitan satu sama lainnya dan hanya ringkasan saja tidak dibahas secara detail, sebab yang ditonjolkan dalam tulisan ini adalah metodelogi cara pembahasan.
2.1.3 Adapun Catur Konsep yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
  1. Catur Weda.
Nama Catur Weda dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa weda merupakan himpunan (Samhita) dari RgWeda, Yajur Weda, Samaweda dan Atharwaweda. Setiap ajaran Agama selalu memberikan tuntunan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia baik lahir maupun bathin. Dan diyakini bahwa ajaran agama bersumber dari kitab suci yang merupakan wahyu atau sabda Tuhan yang disebut Sruti yang artinya didengar. Weda sebagai himpunan sabda (wahyu) berasal dari Tuhan bukan dari manusia (Resi), sebab para resi penerima wahyu hanya berfungsi sebagai sarana dari Tuhan untuk menyampaikan ajaran sucinya. Svami Dayanada Saraswati menyatakan bahwa Weda adalah sabdanya Tuhan dan segala kuasanya bersifat abadi mengacu kepada Yayurweda sebagai berikut:
Tasmad Yajnat sarvahuta
Rcah samani jajnire
Chandamsi jajnire tasmad
Yajus tasmad ajayata                               (Yayurweda XXX.7)
Artinya: :
Dari Tuhan yang maha agung dan kepadanya umat
Manusia mempersembahkan berbagai yadna dan
Dari padanya muncul Rgweda dan Samaweda.
Dari padanya muncul Yayurweda dan Samaweda.
Weda mengandung ajaran2 yang bersifat rahasia yakni ajaran Moksa atau kelepasan. Ajaran Weda meliputi ajaran Ketuhanan serta penciptaan alam ini yang penuh misteri, manusia sebagai salah satu makluk Tuhan yang mempunyai kemampuan terbatas harus selalu mendalami ajaran Tuhan sehingga tujuan tertinggi yaitu Moksa dapat tercapai. Masing2 himpunan Weda ini mempunyai isi yang berbeda beda baik banyaknya Mantra dan Isi Mantranya. Rg Weda terdiri dari 10.589 mantra dibagi dalam 10 mandala (buku), yang berisi pujian terhadap Agni yaitu Dewi Api dan Dewa Indra. Sama Weda terdiri dari 1875 mantra dibagi dalam 6 prapathaka (buku) yang berisi pujian terhadap Soma yaitu Dewa Surya (Dewa Matahari). Yayur Weda terdiri dari 1975 mantra dalam 41 adhyaya, yang berisi tata cara pemujaan yaitu Yadnya. Atharwa Weda terdiri dari 5.977 mantra dibagi dalam 20 kanda, yang berisi nyanyian suci dan tata cara pengobatan serta bahan2 obat untuk penyembuhan
  1. Catur Purusartha.
Didalam Catur Purusartha tergambar Visi Misi dari umat Hindu, yaitu tujuan mutlak yang tertinggi yang ingin dicapai adalah Moksa yaitu pembebasan Atma dari Triguna (Satwam, Rajas dan Tamas) melalui Reinkarnasi dengan hukum Karmanya (Karma Pala).Untuk mencapai Moksa harus dilandasi dengan Dharma dan setiap tindakan (karma) yang dilakukan harus berdasarkan Dharma, serta Ajaran Dharma yang terdapat dalam Weda harus ditegakkan. Dalam proses kehidupan ini, umat Hindu tidak terlepas dari kewajiban (duty) untuk melakukan Yadnya, yang dikenal dengan Panca Yadnya. Untuk mendukung kehidupan dibutuhkan Artha yang akan dipergunakan untuk korban suci (Yadnya), maka Artha ini harus dicari sebanyak banyaknya, tetapi berdasarkan Dharma. Didalam kehidupan diduni ini, manusia pada umumnya selalu mendabakan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yaitu Kama.
Sesuai dengan konsep Catur Purusartha, semua kenikmatan yang ingin dicapai harus berdasarkan Dharma pula sehingga kita selalu mendapat keselamatan. Maka dalam Catur Purusartha yang terdiri dari Dharma, Artha, Kama dan Moksa harus merupakan kesatuan yang saling terkait, yang harus diaplikasikan dalam kehidupan ini sehingga tujuan akhir dapat tercapai yaitu Moksa.
  1. Catur Dharma.
Kata Dharma berasal dari bahasa sansekreta dari urat kata DHR yang artinya menjunjung, memangku, mengatur dan menuntun. Dharma berarti hukum yang mengatur dan memelihara alam semesta beserta semua makluk. Untuk peredaran alam semesta , Dharma dapat diartikan dengan Kodrat. Sedangkan untuk kehidupan umat manusia Dharma berarti ajaran2/kewajiban2 atau peraturan suci yang memelihara dan menuntun umat manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup demi tercapainya Moksarthan Jagadhita (kesejahteraan, kebahagiaan dan kebebasan Atma) dari penjelmaan.
Dalam menjalankan Dharma harus ditumbuhkan dalam diri kita sifat sifat yang mulia dan suci , dan memancar dalam jiwa kita yaitu sifat2 Tuhan. Didalam Catur Dharma terdiri dari Satya (kebenaran), Virtue (kebijakan), Ahimsa (tanpa kekerasan) dan Shanty (kedamaian). Didalam menjalankan kebenaran membutuhkan pengertian apa itu Benar, sebab benar belum tentu Baik, maka antara Benar dan Baik sering menjadi kontradiksi dalam kehidupan manusia.
Tujuan dari Satya ini adalah bagaimana kita dapat menegakkan kebenaran menuju perbaikan bagi umat manusia dengan tetap berpegang kepada ajaran2 Tuhan yaitu Weda. Maka dalam Catur Dharma dalam menegakkan Dharma disamping kebenaran harus disertai dengan Virtue yaitu kebijaksanaan. Setiap mengambil keputusan harus dengan bijak dengan menguntungkan semua pihak, dan hindari menggunakan kekerasan (Ahimsa).
Dengan sikap selalu mendahulukan kebenaran serta kebijaksanaan dengan tanpa kekerasan maka keselamatan atau kedamaian (Shanty) akan selalu tercapai. Inilah tujuan dari Catur Dharma yang harus diterapkan oleh setiap umat Hindu dalam kehidupan, sehingga tujuan akhir yaitu Moksa pasti akan tercapai.
  1. Catur Yuga.
Makluk hidup yang ada di alam semesta ini akan selalu melewati Catur Yuga yaitu 4 (empat) zaman, yang merupakan batas2 kehidupan setiap periode mempunyai sifat2 tertentu. Catur Yuga terdiri dari Kerta Yuga, Treta Yuga, Dewapara Yuga dan Kali Yuga. Setiap Yuga mempunyai karakteristik masing2, seperti Kerta Yuga adalah zaman Spiritual, Treta Yuga adalah zaman ilmu pengetahuan, Dewapara Yuga adalah zaman upacara ritual dan Kali Yuga adalah jaman dunia material.
Hubungan dengan Dharma adalah pada saat Kerta Yuga, manusia menjalankan Dharma adalah 100 %, Treta Yuga adalah sebesar 75 %, Dewapara Yuga adalah sebesar 50 % dan Kali Yuga hanya 25 % yang saat ini kita alami dimana dunia ini penuh dengan gejolak sebab tindakan manusia selalu menjauhi Dharma.
  1. Catur Asrama.
Setiap periode tertentu manusia dalam kehidupannya dibagi dengan asrama yaitu suatu phase yang harus dilakukan sebagai manusia. Setiap phase mempunyai karakteristik masing2 sesuai dengan umur dan kemampuan manusia. Diharapkan pada saat akhir hidupnya apabila berjalan normal manusia dapat dengan mudah munuju moksa. Tahap2 yang harus dilalui di jaman Kali oleh setiap manusia adalah pada saat manusia masih menuntut ilmu (umur 7-24 tahun ) phase ini disebut Brahmacharia, setelah kawin dan bekerja maka phase ini disebut Grhasta (umur 24-55 tahun), pada saat manusia berhenti bekerja (pensiun) dengan melakukan kegiatan spiritual disebut Wenaprasta (umur 55-65 tahun) dan setelah melepaskan semua dunia material disebut Bhiksuka (umur 65-meninggal), umur atau phase disesuaikan dengan Yuga yang dilalui.
Hubungannya dengan Catur Purusartha adalah saat Brahmacharia kegiatan mempelajari ajaran Dharma, Grhasta adalah saat mengumpulkan Arta dan menikmati Kama, Wanaprasta sudah mulai sebagian meninggalkan dunia material (Artha dan Kama) menuju alam spiritual, dan Bhiksuka sudah penuh mininggalkan dunia material dan mulai melakukan Yoga (dunia spiritual) untuk menuju Moksa.
  1. Catur Warna.
Setiap manusia dalam kehidupan ini pasti mempunyai profesi sesuai dengan bakat maupun kemampuannya. Didalam menunjang kehidupan ini, manusia harus bekerja untuk mencari Artha dan Kama, maka pembagian profesi didalam bidang pekerjaannya.
Sudra adalah golongan pekerjaan2 kasar yang tidak banyak membutuhkan ilmu pengetahuan (Jnana) dan Triguna yang menguasai adalah Tamas, Wesia adalah pekerjaan dalam perdagangan membutuhkan ilmu pengetahuan niaga dan Triguna yang menguasai adalah Rajas Tamas, Kesatria adalah pekerjaan yang membutuhkan ilmu yang cukup agar dapat memimpin negara atau pemerintahaan Triguna yang menguasai adalah Rajas satwam, dan Brahmana adalah yang mempunyai latar belakang Spiritual seperti pemuput upacara2 ritual dan Triguna yang menguasai adalah Satwam.
  1. Catur Marga.
Didalam mendekatkan diri (Bhakti) kehadapan Yang Widhi Wasa banyak jalan yang dapat ditempuh sesuai dengan bakat dan kemampuan spiritualnya. Bagi umat Hindu yang belum banyak mengetahui pengetahuan (Jnana) spiritual jalan yang terbaik adalah Bhakti Marga. Bagi umat yang banyak berkarya maka Karma Marga yang harus dilakukan, dan apabila tertarik dengan ilmu pengetahuan maka Jnana Marga yang sebaiknya dilaksanakan dan bagi umat yang sudah mulai mempelajari Yoga maka Raja Yoga yang sebaiknya dilakukan.
Diantara Catur Marga ini jangan dipermasalahkan mana yang terbaik, semua marga ini mempunyai nilai yang sama dihadapan Yang Widhi Wasa yang penting kesucian dan ketulusan dalam diri sendiri.















III.             PENUTUP
Apabila kita perhatikan Konsep2 dalam ajaran agama Hindu cukup banyak dan saling terkait satu sama lainnya, tinggal kita harus mengetahui sistimatika cara belajar (membahas). Catur Konsep adalah baru sebagian kecil dari konsep2 agama Hindu yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Untuk mempelajari secara keseluruhan konsep 2 Hindu membutuhkan waktu dan tenaga disamping refrensi2 agama Hindu belum banyak diterjemahkan sehingga kita harus mencari sendiri.
Gambar dalam ilustrasi Catur Konsep adalah sebagai metodelogi mempelajari ajaran Agama Hindu, sehingga dapat dimengerti lebih mudah, tepat dan cepat. Apabila sudah dimengerti Catur Konsep tersebut, maka kita dapat melakukan semacam simulasi yaitu mencoba menganalisa hubungan Catur Konsep yang satu dengan Catur Konsep yang lain.
Dalam simulasi setiap lingkaran dapat diputar putar kekanan maupun kekiri sehingga dapat dikelompokkan Catur Konsep yang terkait, apabila ditarik garis lurus dari titik sentral lingkaran. Mudah2 an dengan Catur Konsep ini dapat memperjelas dari ajaran yang terdapat dalam agama Hindu, dan kita mengetahui posisi masing2 dimana berada pada masa yang lalu, saat ini maupun dimasa yang akan datang, sehingga dapat berperan sesuai dharmanya.








DAFTAR PUSTAKA

Wiana, I Ketut, 2003, VEDA VAKYA TUNTUNAN PRAKTIS MEMAHAMI VEDA, Penerbit Pustaka Bali Post.
Gorda, I Gusti Ngurah, 2003, Membudayakan Kerja Berdasarkan Dharma, Penerbit Pusat Kajian Hindu.
Supartha, Wayan, 1995, Dharma Agama & Dharma Negara, Penerbit BP.
Soebandi, Ketut, Bakti Kepada Kawitan (Leluhur) Adalah Paramo Dharmah, Penerbit CV. Kayumas Agung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar