1.1.
Latar Belakang
Menurut ajaran
agama hindu yang tercantum di dalam pustaka suci Weda bahwa kebaktian terhadap
Ida Shang Hyang Widhi Wasa dan para leluhur terutama Ibu Bapak, yang telah
sangat berjasa terhadap manusia dan prati sentana (keturunan), dianggap kurang
sempurna hanya dengan pemujaan berupa doa dan pujian, sujud bakti dengan
pikiran atau batin saja. Demikian pula rasa angayu bagia dan paramasuksmaning
idep terhadap alam semesta dengan segala isinya berdasarkan pikiran
semata-mata, juga dinilai kurang sempurna, sebab itu kebaktian dengan doa
pujian dan sujud bakti dan lain , sebagainya akan menjadi sempurna serta akan
memperoleh wara nugraha dan pahala, bilamana disertai dan dilengkapi kebaktian
dengan mempergunakan sebagian harta benda. Penggunaan sebagian harta benda
sebagai persembahan suci atau korban suci untuk Ida Shang Hyang Widhi Wasa,
untuk para leluhur, sedekah untuk fakir miskin dan lain sebagainya yang disebut
yadnya.
Demikianlah
konsekuensi logis untuk pemeluk agama hindu didalam kehidupannya yaitu sebagai
dharma dengan menyelenggarakan suatu yadnya. Disamping itu ditinjau dari
falsafah agama hindu harus selalu terjalin hubungan baik kepada Ida Shang Hyang
Widhi Wasa, leluhur, dan alam semesta dengan segala isinya adalah berdasarkan
dan dalam bentuk beraneka ragam baik yang bersifat sekala maupun niskala.
Dengan mempergunakan atau melalui jenis atau macam hubungan ini manusia akan
dapat mencapi tujuannya berkat adanya wara nugraha baik dari Ida Shang Hyang
Widhi Wasa maupun dari para leluhur serta kebaikan dari semesta alam dengan
semua isinya. Dilihat dari ajaran dharma susila, dimana diyakini bahwa Shang
Hyang Widhi Wasa adalah memiliki sifat serba maha, maka manusia dan makhluk
lainnya serta jagat raya dengan seluruh isinya selalu bernaung dibawah
lindungannya. Demikian pula prati sentana yang dilahirkan, dipelihara, dan
dididik oleh para leluhur terutama Ibu Bapak, sehingga dengan demikian berarti
manusia berhutang budi secara sekala niskala baik terhadap Ida Shang Hyang Widhi
Wasa maupun terhadap para leluhur. Hutang budi itu tidak mungkin akan dibalas
dengan apapun juga karena manusia memiliki keterbataan disegala bidang, dan
untuk itu maka satu-satunya dharma susila yang dapat dilakukan terhadapnya,
hanyalah dengan jalan menghaturkan paramasuksmaning idep yaitu sebagai
pernyataan terimakasih yang setinggi-tingginya yang berdasarkan ketulus
ikhlasan yang keluar dari hati nurani yang paling dalam.
Hubungan yang
selaras itu berarti menyesuaikan diri dengan sekelilingnya. Tata susila
memusatkan pada jasmani, pikiran, dan indera. Didalam hidup kita, kita
mempunyai 2 kewajiban yaitu:
1.
Menyelaraskan hubungan
badan dengan paramatman didalamnya
2.
Menyelaraskan hubungan
makhluk yang berbeda-beda, yaitu dewa-dewa. Pitra-pitra, resi-resi, manusia dan
makhluk yang lainnya.
Keselarasan
badan dengan paramatman, berarti menjadikan badan sendiri tempat untuk
mewujudkan sifat dari Shang Hyang Widhi Wasa. Badan jasmani harus bersih dan
sehat. Menjaga kebersihan dan kesehatan badan, berarti membuat keadaan badan
selaras dan teratur. Kita dapat bekerja lebih baik dengan badan yang bersih dan
sehat. Pikiran menjadi cerdas dan sukacita oleh karena badan bersih dan sehat.
Sebaliknya, bila badan sakit, maka ia tidak dapat memusatkan pekerjaannya, hingga
pikirannya selalu terganggu. Ini berarti bahwa badan tidak selaras dan tidak
teratur lagi dan mempengaruhi pikiran. Untuk menjaga kesehatan badan, hendaklah
badan itu dipelihara dengan makanan yng dapat menimbulkan sifar satwa, karena
makanan itu menambah kekuatan badan yang mempengaruhi badan dan indera.
Didalam
Bhagawadgita XVII, syair 8,9,10, disebutkan:
8.
ayuhsattwabalarogya
Sukhapritiwiwardhanah
Prasyah
senigdhah sthira hrdaya
Aharahsattwikapryah
Maksudnya;
Makanan yanag
mnemberi hidup, kegiatan, kekuatan, kesehtan, kegembiraan, keringanan, manis
lembut menyegarkan dan menyenangkan hati, disukai oleh orang yang bersifat
sattwa
9. katwamla
lawanapatyusnah
Tiksnaruhsawidahinah
Ahara rajasasye
stha
Duhkacokamayapradah
Maksudnya:
Makanan yang
pahit, asam, asin, panas, pedas, kering, terbakar, dan memberi persaan yang
tidak enak, susah dan sakit, disukai oleh orang yang bersifat atau nafsu.
10. yatayamam
garatasam
Puti paryusitam
cay at
Ucistam apica
medhyam
Bhoyanam
tamasatriam
Maksudnya:
Makanan yang mentah,
hambar, busuk, basi, rusak dan kotor, disukai oleh orang yang bersifat tamak.
Dari tiga macam golongan maknan yang dapat
memperbesar sifat satwa, rajah, dan tamah yang terbaik dan tertinggi dalam
pertumbuhan badan kita agar menjadi badan yang kuat dan sehat, adalah makanan
yang tergolong dalam makanan yang disukai oleh orang yang bersifat satwa.
Kekuatan satwa pada badan berarti keselarasan dengan ISWW yang berada dakm diri
manusia karena dengan satwa ISWW, dapat mewujudkan sifat-sifat kedewaanya kluar.selain
menyelaraskan badan kasar, tata susila juga memusatkan penyelarasan kepada
badan halus. Bagian-bagian yang termasuk dari badan sarira, ialah pikiran da
indera. Pikiran hendaknya mengemudikan indera, oleh karena itu pikran harus
bersih dan murni. Pikiran harus dilatih untuk mencapai kebajikan, seperti yang
diajarkan dalam kitab suci. Kewajiban itu pada umumnya dalah;
1.
Cinta kepada kebenaran
2.
Cinta kepada kejujuran
3.
Cinta kepada keikhlasan
4.
Cinta kepada keadilan
Dalam hubungan, pikiran
dan indera didalam manu smerti II, 88 disebutkan bahwa:
Indrayanam wicaratam
Wisayeswapaharsu
Sang yama yatnamatista
Dwidam yantewa wayinam
Maksudnya:
Orang bijaksana harus
berusaha mengemudikan inderanya yang berkeliaran ditengah-tengan benda
pemuasnya yang menarik nafsu, sebagai kusir kuda yang banyak.
Dharma eva harto kanti
Dharma raksati raksitah
Tasmad dharma na
hantatavyo
Mano dharma hato’vadhi.
(Dikutip
dari mahabharata)
Artinya:Bila
engkau membunuh dharma, maka akan dibunuh olehNya. Karena itu Dharma tidak
boleh dibunuh, karena Dharma yang dibunuh akan membunuhmu.
Dharma adalah Pengejawantahan dari satya. Satya
adalah kebenaran veda yang tertinggi. Pengejawantahan dari satya itu adalah
dharma. Dharma diaplikasikan menjadi Kewajiban, kebajikan dan kebenaran
Normatif. Barang siapa yang tidak melakukan kewajiban maka iapun tidak memiliki
hak atas sesuatu yang berhubungan dengan kewajiban tersebut. Orang yang tidak
bekerja tidak berhak mendapatkan hasil.
Kewajiban itu timbul dari tahapan hidup dan karma
wasana. Karma wasana mengandung swabawa dan guna. Swabawa adalah bibit sifat
dan guna adalah bibit-bibit bakat. Dari
karma wasana inilah lahir apa yang disebut varna. Karena varna sesorang di tentukan oleh guna dan karma. Artinya : Bakat
dan pekerjaan. Karena itu dalam yajnavalkya dharmasastra dharma ada empat macam
yaitu :
1.
Asrama dharma
2.
Bharavarna dharma
3.
Guna dharma
4.
Dan sadarana dharma.
Asrama
dharma yaitu : Dharma yang berdasarkan tahapan hidup sesorang. Kewajiban
brahmacari asrama tidak sama dengan grhastha. Grhastha asrama, Brahmana berbeda
dengan kewajiban ksatria. Kewajiban itu di sebut swadarma. Barang siapa yang
tidak melakukan swadharma yang telah ditentukan, Iapun akan kehilangan
hak-haknya. Seperti ia disebut sebagai brahmacari maupun brahmana varna. Jadinya
hak itu timbul dari kewajiban. Zaman kali ini lebih banyak orang menuntut
haknya daripada kewajiban. Karena itu banyak pihak yang hidupnya menderita lahir dan batin menunutut
hak dengan melakukan kewajiban terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya.
Inilah yang disebut dilindungi oleh dharma.disamping
berarti kewajiban, Dharma juga berarti kebajikan. Kebajikan artinya berbuat
baik pada orang lain. Seperti mengabdi, menolong, memperhatikan. Kalau kita tidak melakukan
kebajikan kepada orang lain sangatlah
tidak tepat untuk mendapatkan perlakuan bajik dari orang lain. Kalau kita
mendapatkan perbuatan bajik dari orang lain sedangkan kita tidak pernah melakukan
perbuatan bajik pada orang lain itulah yang disebut pencuri dalam bagawandgitha.
Artinya kita tidak memutar cakra yajna yang bersifat timbal balik. Dalam saramuscaya
135 bahwa manusia wajib melindungi kesejahteraan alam yang disebut bhuta hita. Dengan demikian manusipun
mendapatkan hidup dari sumber-sumber alam yang sejahtera itu. Manusia akan
menjadi sengsara hidupnya kalau ia merusak alama atau tidak melindungi
kesejahteraan alam itu sendiri.
Disamping berati kebajikan dharma juga berarti hukum
atau kebenaran normatif. Siapa yang mentaati hukum iapun akan dilindungi oleh hukum
itu sendiri. Kita harus senyakin-nyakinnya bahwa kalau kita selalu hidup untuk menegakan
dan melindungi hukum. Maka hukumpun akan melindungi kita. Saramuscaya 74
mengajarkan agar manusia agar tidak meragukan kebenaran ajaran karma phala.
Kita harus selalu nyakin bahwa perbuatan kita akan mendaptkan phala yang mulia.
Kalaupun kadang-kadang ada orang yang pendapatkan penderitaan pada awal-awalnya
memegang teguh kebenaran, hendaknya
jangan ragu, cepat atau lambat perbuatan yang benar dan baik itu akan mendapatkan
phala yang membahagiakan. Seperti halnya pandawa dalam epos mahabharata. Padawa
pada awalnya mendapatkan nasib yang sangat mengenaskan. Sampai-sampai pandawa dibuang
kehutan selama 12 tahun. Meskipun ia sangat menderita pandawa tetap teguh
mlindung dharma. Oleh karenanya pandawa selalu mendapatkan perlindungan dari
dharma juga. Akhir cerita pandawapun mendapatkan kemenangan yang sangat
terhormat.
Praktek kehidupan beragama hendaknya menanamkan
sedalam-dalamnya dalam lubuk hati sanubari agar berketetapan hati untuk selalu
melindungi dharma.
Meskipun manusia merupakan makhluk
paling sempurna dan utama, namun Tuhan juga menggariskan ketentuan bagi manusia
bahwa mutu kemanusiaannya masih didalam proes penyempurnaan. Manusia harus
berjuang dengan mengerahkan segala daya yang ada pada dirinya untuk mencapai
tingkat kesempurnaan tersebut. Sangat terbuka peluang untuk mencapai hal
tersebut, karena :
a.
Hanya mejelma sebagai
manusia yang dapat membedakan perbuatan yang baik (subha karma) dengan
perbuatan yang tidak baik (asubha karma) dan
b.
Bahanya sebagai manusia
yang dapat menolong dirinya sendiri untuk menyempurnakan diri dengan cara
melebur perbuatan tidak baik dengan perbuatan yang baik. Kesemuanya itu harus
didasarkan dan dikendalikan dengan dharma yakni Tattwa dan Susila. Hanya dengan
upaya ini manusia akan dapat mencapai bukan saja kebahagiaan yang bersifat
duniawi (jagadhita) melainkan kebahagiaan yang tertinggi (moksa). Dalam
hubungan dengan itu, berikut ini akan dikutip beberapa mantram dan sloka
pustaka suci Hindu.
Sarasamuscaya,
261:
Cara berusaha
memperoleh sesuatu hendaknya berdasarkan Dharma.
Atharva
Veda, XX.18.3.:
Mereka
yang senantiasa sadar terhadap Dharma akan mencapai kebahagiaan tertinggi”.
Rgveda,
I.41.6.:
Orang yang bekerja
keras tidak mengenal lelah dan berbuat baik berdasarkan dharma, akan memperoleh
kekayaan yang berharga dan menjadi suputra
Kutipan mantram dan sloka tersebut
memberi informasi bahwa cara dan keberhasilan seseorang mencapai kebahagiaan
duniawi dan kebahagiaan abadi, berkaitan erat satu sama lain. Hal ini terjadi
karena seorang manusia didalam usaha untuk mencapai kebahagiaan duniawi
memerlukan dharma sebagai dasar pengendalian diri, yang bersifat
sosial-etis-religius. Tanpa dharma, seorang manusia akan menghadapi realitas
kehiupan yang penuh dengan sikap dan prilaku adharma, dimana hukum rimba akan
menjadi norma kehidupan yang kuat akan menghancurkan yang lemah. Dalam hubungan
ini, bisa dipahami apabila dharma menjadi penting dan memegang peran strategis
dan sentral didalam Hindu. Dharma merupakan alat kendali seseorang manusia
didalam usahanya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan dan material (kama) dan
berbagai keinginan dan kebutuhan material (artha) sekaligus dalam upaya
melestarikan alam sekitar sebagi sumber daya kehidupan yang lestari sepanjang masa,
sehingga tercapai kebahagiaan duniawi. Dharma berfungsi sebagai instrumen
spiritual untuk mengelola konflik kepentingan antar manusia (Gorda,
1995:59-60).
Berdasarkan uraian tersebut, manusia
mempunyai kewajiban untuk selalu memperhatikan dan mengamalkan dharma, kalau
mereka mendambakan tercapainya kebahagiaan duniawi. Bila kebahagiaan duniawi
(jagadhita) terwujud, berkat pelaksanaan dharma secara sempurna, maka pada
waktu yang sama manusia juga mencapai status Jivan mukthi, suatu tahap
pendahuluan bagi seorang untuk mencapai Videha Mukthi (moksa). Yang disebut
kemudian ini akan terjadi setelah manusia meninggal dunia. Disamping itu, sikap
dan prilaku yang didasari oleh dharma juag menghasilkan pahala kepada yang
bersangkutan, yakni menjasi suputra (anak yang baik). Suputra menurut pandangan
Hindu, merupakan jembatan penghubung bagi atman orangtua dan atau leluhur, yang
membentang diantara neraka dan surga. Oleh sebab itu, proses pencapaian
kebahagiaan duniawi secara koaksial (menggunakan as yang sama) dengan proses
pencapai kebahagiaan abadi di surga. Dengan perkataan lain, kebahagiaan duniawi
merupakan prodak perambah jalan yang bergerak searah dan sederap dengan
kebahagiaan abadi di surga.
Dari uraian tersebut, dapat
dikatakan bahwa biksu suci menjelma sebagai manusia (umat Hindu) adalan
mengemban dharma untuk dihayati dan dipraktekkan sebagai alat pengendalian diri
yang bersifat sosial-etis-religius. Yang dimaksud dengan dharma disini adalah
sikap dan prilaku yang sesuai dengan ajaran-ajaran rohani (tattwa) dan etika
(susila) menurut ajaran Hindu seperti yang terungkap.
Dalam
Bhagawadgita, XVI.1,2 dan 3, yang dikenal yang dikenal dengan sifat-sifat
kedewaan (Daivi Sampad), antara lain: kemurnian hati (jiwa), bijaksana, mantap
mencari pengetahuan dan melakukan yoga, tak gentar, dermawan, menguasai indera,
kejujuran, tidak menyakiti, bebas dari nafsu amarah, kash sayang kepada sesama
makhluk, lemah lembut, sopan snatun, berketetapan hati, cekatan, suka
memaafkan, teguh terhadap keyakinan (sraddha), berbudi luhur, tanpa keangkuhan,
tidak irihati (dengki) dan sebagainya.
Dengan
demikian dharma merupakan petunjuk arah paling tepat buat sikap dan prilaku,
yang sekaligus juga memberikan prasyarat bagi sukses didalam meningkatkan mutu
hidup didunia ini. Tanpa dharma, proses kerja kearah penyempurnaan mutu
kehidupan dibawah pengaruh kecenderungan egoistis yang mengikuti selera dan
kepentigan pribadi masing-masing. Kondisi semacam ini hanya menyuburkan
berbagai bentuk pertentangan dan persaingan hidup yang tidak sehat yang pada
gilirannya akan terjadi ketegangan, ketidakpuasan, kebingungan dan kecurigaan
didalam kehidupan. Kalau konsidi tersebut tidak bisa dikendalikan, seperti
telah diuraikan diatas, maka tak bisa dihindari berlakunya hkum rimba, yang
kuat akan memakan yang lemah. Oleh sebab itu, dharma merupakan jalan utama
kearah terwujudnya kesuksesan proses peningkatan mutu kehidupan, baik secara
perorangan maupun kelompok. Karena dengan mengamalkan dharma, mereka tidak akan
memperoleh rintangan dan kendala yang berarti didalam kehidupan didunia ini.
Dalam kaitannya dengan ini, dalam pustaka suci terungkap bahwa “seseorang yang
mengikuti dharma tidak pernah menjumpai duri dalam perjalanannya, segala
sesuatu menjadi mudah.
II.
PEMBAHASAN
2.1 Aktualisasi Weda Melalui Proses
Catur Konsep
|
Weda adalah kitab suci agama
Hindu, diyakini dan dipedomi oleh umat Hindu sebagai satu satunya sumber
bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari, maka
kitab suci Weda adalah sumber ajaran agama Hindu.
Weda dihimpun menjadi 4 (empat)
disebut "Samhita" dan keempat ini dikenal dengan nama Catur Weda
yang terdiri dari Rg Weda, Sama Weda, Yayur Weda dan Atharwa Weda. Umat Hindu
dengan kepercayaan dan keyakinannya mengaktualisasikan Weda dalam kehidupannya
melalui proses Catur Konsep.
Catur Konsep yang kita bahas
disini terdiri dari Catur Weda, Catur Purusartha, Catur Dharma, Catur Yuga,
Catur Asrama, Catur Warna, dan Catur Marga. Melalui Catur Konsep inilah umat
Hindu melakukan pencerahan kehadapan Yang Widhi Wasa disamping konsep2
lainnya seperti Panca Yadnya, Trikaya Parisuda, Tri Hita Karana dan lain
lainnya.
Diantara Catur Konsep tersebut
satu sama lainnya saling keterkaitan dan mempunyai korelasi sehingga maksud
dan tujuannya akan menjadi lebih jelas apabila kita mencoba melakukan
simulasi dari Catur Konsep tersebut. Tetapi sebelum melakukan simulasi
sebaiknya Catur Konsep didalami terlebih dahulu, sehingga dapat dihubungkan
antara Catur Konsep yang satu dengan yang lain dan mempunyai keterkaitan.
Setiap konsep pasti tidak
terlepas dari konsep inti yaitu Weda, sebab Wedalah merupakan inti sari dari
semua konsep yang ada dan tidak boleh menyimpang dari kitab suci Hindu Weda.
2.1.1 Catur Konsep.
Catur Konsep adalah suatu
konsep dasar ajaran agama Hindu yang merupakan kepercayaan dan keyakinan umat
Hindu yang terdiri dari Catur (empat) himpunan (bagian) yang saling
keterkaitan satu dengan yang lain. Didalam Catur Konsep ini adalah pembahasan
mengenai Visi Missi dan Etika yaitu tindakan yang harus dilakukan sebagai
kewajiban agar umat Hindu dapat dengan mudah dan cepat dapat melakukan
pendekatan atau pencerahan kehadapan Yang Maha Kuasa.
Dengan memperdalam Catur Konsep
ini, umat Hindu dapat dengan jelas kemana arah tujuan yang akan ditempuh,
sebab tahap2 yang wajib diaplikasikan secara sistematis sudah diatur didalam
Catur Konsep ini. Tujuan akhir dari umat Hindu adalah Moksa, yang terdapat
dalam Catur Purusartha, untuk mencapai Moksa dibutuhkan Catur Dharma sebagai
landasannya. Umat Hindu percaya adanya ruang dan waktu (kala), dan diatur
dalam Catur Yuga, setiap Yuga mempunyai pengaruh terhadap kehidupan di alam
semesta ini.
Manusia dalam proses kehidupan
dibagi dalam Catur Asrama sesuai dengan tingkat umur, masa, asrama dan setiap
asrama mempunyai tanggung jawab yang berbeda beda sesuai dengan tujuan hidup
yang terdapat dalam Catur Purusartha. Disamping Catur Asrama, manusia dalam
kehidupannya mempunyai profesi masing masing sesuai tingkat bakat dan
kemampuannya yang disebut Catur Warna (bukan Kasta).
Dalam mendekatkan diri
kehadapan Yang Widhi Wasa, dalam agama Hindu ada beberapa cara dapat ditempuh
sesuai dengan kemampuan serta keinginan. Dalam agama Hindu diatur umatnya
apabila ingin menunjukan Cinta Kasih kepada Tuhan melalui Catur Marga dan
jangan dipermasalahan jalan (marga) mana yang akan ditempuh, terserah masing2
individu sesuai dengan keyakinanya.
Sebagai ilustrasi Catur Konsep dapat digambarkan
sebagai berikut :
2.1.2 AKTUALISASI CATUR KONSEP.
Dalam mengaktualisasikan
ajaran2 Weda tidak terlepas dari Panca Srada, Ritual dan Etika yang merupakan
inti ajaran Agama Hindu. Untuk pembahasan dalam tulisan ini kita membatasi
hanya beberapa Catur Konsep yang mempunyai keterkaitan satu sama lainnya dan
hanya ringkasan saja tidak dibahas secara detail, sebab yang ditonjolkan
dalam tulisan ini adalah metodelogi cara pembahasan.
2.1.3 Adapun Catur Konsep yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
Nama Catur Weda dimaksudkan
untuk menunjukkan bahwa weda merupakan himpunan (Samhita) dari RgWeda, Yajur
Weda, Samaweda dan Atharwaweda. Setiap ajaran Agama selalu memberikan
tuntunan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia baik lahir maupun
bathin. Dan diyakini bahwa ajaran agama bersumber dari kitab suci yang
merupakan wahyu atau sabda Tuhan yang disebut Sruti yang artinya didengar.
Weda sebagai himpunan sabda (wahyu) berasal dari Tuhan bukan dari manusia
(Resi), sebab para resi penerima wahyu hanya berfungsi sebagai sarana dari
Tuhan untuk menyampaikan ajaran sucinya. Svami Dayanada Saraswati menyatakan
bahwa Weda adalah sabdanya Tuhan dan segala kuasanya bersifat abadi mengacu
kepada Yayurweda sebagai berikut:
Tasmad Yajnat sarvahuta
Rcah samani jajnire
Chandamsi jajnire tasmad
Yajus tasmad ajayata (Yayurweda XXX.7)
Artinya: :
Dari Tuhan yang maha agung dan kepadanya umat
Manusia mempersembahkan berbagai yadna dan
Dari padanya muncul Rgweda dan Samaweda.
Dari padanya muncul Yayurweda dan Samaweda.
Weda mengandung ajaran2 yang
bersifat rahasia yakni ajaran Moksa atau kelepasan. Ajaran Weda meliputi
ajaran Ketuhanan serta penciptaan alam ini yang penuh misteri, manusia
sebagai salah satu makluk Tuhan yang mempunyai kemampuan terbatas harus
selalu mendalami ajaran Tuhan sehingga tujuan tertinggi yaitu Moksa dapat tercapai.
Masing2 himpunan Weda ini mempunyai isi yang berbeda beda baik banyaknya
Mantra dan Isi Mantranya. Rg Weda terdiri dari 10.589 mantra dibagi dalam 10
mandala (buku), yang berisi pujian terhadap Agni yaitu Dewi Api dan Dewa
Indra. Sama Weda terdiri dari 1875 mantra dibagi dalam 6 prapathaka (buku)
yang berisi pujian terhadap Soma yaitu Dewa Surya (Dewa Matahari). Yayur Weda
terdiri dari 1975 mantra dalam 41 adhyaya, yang berisi tata cara pemujaan
yaitu Yadnya. Atharwa Weda terdiri dari 5.977 mantra dibagi dalam 20 kanda,
yang berisi nyanyian suci dan tata cara pengobatan serta bahan2 obat untuk
penyembuhan
Didalam Catur Purusartha
tergambar Visi Misi dari umat Hindu, yaitu tujuan mutlak yang tertinggi yang
ingin dicapai adalah Moksa yaitu pembebasan Atma dari Triguna (Satwam, Rajas
dan Tamas) melalui Reinkarnasi dengan hukum Karmanya (Karma Pala).Untuk
mencapai Moksa harus dilandasi dengan Dharma dan setiap tindakan (karma) yang
dilakukan harus berdasarkan Dharma, serta Ajaran Dharma yang terdapat dalam
Weda harus ditegakkan. Dalam proses kehidupan ini, umat Hindu tidak terlepas
dari kewajiban (duty) untuk melakukan Yadnya, yang dikenal dengan Panca
Yadnya. Untuk mendukung kehidupan dibutuhkan Artha yang akan dipergunakan
untuk korban suci (Yadnya), maka Artha ini harus dicari sebanyak banyaknya,
tetapi berdasarkan Dharma. Didalam kehidupan diduni ini, manusia pada umumnya
selalu mendabakan kenikmatan, kesenangan, kebahagiaan yaitu Kama.
Sesuai dengan konsep Catur
Purusartha, semua kenikmatan yang ingin dicapai harus berdasarkan Dharma pula
sehingga kita selalu mendapat keselamatan. Maka dalam Catur Purusartha yang
terdiri dari Dharma, Artha, Kama dan Moksa harus merupakan kesatuan yang
saling terkait, yang harus diaplikasikan dalam kehidupan ini sehingga tujuan
akhir dapat tercapai yaitu Moksa.
Kata Dharma berasal dari bahasa
sansekreta dari urat kata DHR yang artinya menjunjung, memangku, mengatur dan
menuntun. Dharma berarti hukum yang mengatur dan memelihara alam semesta
beserta semua makluk. Untuk peredaran alam semesta , Dharma dapat diartikan
dengan Kodrat. Sedangkan untuk kehidupan umat manusia Dharma berarti
ajaran2/kewajiban2 atau peraturan suci yang memelihara dan menuntun umat
manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup demi tercapainya Moksarthan
Jagadhita (kesejahteraan, kebahagiaan dan kebebasan Atma) dari penjelmaan.
Dalam menjalankan Dharma harus
ditumbuhkan dalam diri kita sifat sifat yang mulia dan suci , dan memancar
dalam jiwa kita yaitu sifat2 Tuhan. Didalam Catur Dharma terdiri dari Satya
(kebenaran), Virtue (kebijakan), Ahimsa (tanpa kekerasan) dan Shanty
(kedamaian). Didalam menjalankan kebenaran membutuhkan pengertian apa itu
Benar, sebab benar belum tentu Baik, maka antara Benar dan Baik sering menjadi
kontradiksi dalam kehidupan manusia.
Tujuan dari Satya ini adalah
bagaimana kita dapat menegakkan kebenaran menuju perbaikan bagi umat manusia
dengan tetap berpegang kepada ajaran2 Tuhan yaitu Weda. Maka dalam Catur
Dharma dalam menegakkan Dharma disamping kebenaran harus disertai dengan
Virtue yaitu kebijaksanaan. Setiap mengambil keputusan harus dengan bijak
dengan menguntungkan semua pihak, dan hindari menggunakan kekerasan (Ahimsa).
Dengan sikap selalu
mendahulukan kebenaran serta kebijaksanaan dengan tanpa kekerasan maka
keselamatan atau kedamaian (Shanty) akan selalu tercapai. Inilah tujuan dari
Catur Dharma yang harus diterapkan oleh setiap umat Hindu dalam kehidupan,
sehingga tujuan akhir yaitu Moksa pasti akan tercapai.
Makluk hidup yang ada di alam
semesta ini akan selalu melewati Catur Yuga yaitu 4 (empat) zaman, yang
merupakan batas2 kehidupan setiap periode mempunyai sifat2 tertentu. Catur
Yuga terdiri dari Kerta Yuga, Treta Yuga, Dewapara Yuga dan Kali Yuga. Setiap
Yuga mempunyai karakteristik masing2, seperti Kerta Yuga adalah zaman
Spiritual, Treta Yuga adalah zaman ilmu pengetahuan, Dewapara Yuga adalah
zaman upacara ritual dan Kali Yuga adalah jaman dunia material.
Hubungan dengan Dharma adalah
pada saat Kerta Yuga, manusia menjalankan Dharma adalah 100 %, Treta Yuga
adalah sebesar 75 %, Dewapara Yuga adalah sebesar 50 % dan Kali Yuga hanya 25
% yang saat ini kita alami dimana dunia ini penuh dengan gejolak sebab
tindakan manusia selalu menjauhi Dharma.
Setiap periode tertentu manusia
dalam kehidupannya dibagi dengan asrama yaitu suatu phase yang harus
dilakukan sebagai manusia. Setiap phase mempunyai karakteristik masing2
sesuai dengan umur dan kemampuan manusia. Diharapkan pada saat akhir hidupnya
apabila berjalan normal manusia dapat dengan mudah munuju moksa. Tahap2 yang
harus dilalui di jaman Kali oleh setiap manusia adalah pada saat manusia
masih menuntut ilmu (umur 7-24 tahun ) phase ini disebut Brahmacharia,
setelah kawin dan bekerja maka phase ini disebut Grhasta (umur 24-55 tahun),
pada saat manusia berhenti bekerja (pensiun) dengan melakukan kegiatan
spiritual disebut Wenaprasta (umur 55-65 tahun) dan setelah melepaskan semua
dunia material disebut Bhiksuka (umur 65-meninggal), umur atau phase
disesuaikan dengan Yuga yang dilalui.
Hubungannya dengan Catur
Purusartha adalah saat Brahmacharia kegiatan mempelajari ajaran Dharma,
Grhasta adalah saat mengumpulkan Arta dan menikmati Kama, Wanaprasta sudah
mulai sebagian meninggalkan dunia material (Artha dan Kama) menuju alam
spiritual, dan Bhiksuka sudah penuh mininggalkan dunia material dan mulai
melakukan Yoga (dunia spiritual) untuk menuju Moksa.
Setiap manusia dalam kehidupan
ini pasti mempunyai profesi sesuai dengan bakat maupun kemampuannya. Didalam
menunjang kehidupan ini, manusia harus bekerja untuk mencari Artha dan Kama,
maka pembagian profesi didalam bidang pekerjaannya.
Sudra adalah golongan
pekerjaan2 kasar yang tidak banyak membutuhkan ilmu pengetahuan (Jnana) dan
Triguna yang menguasai adalah Tamas, Wesia adalah pekerjaan dalam perdagangan
membutuhkan ilmu pengetahuan niaga dan Triguna yang menguasai adalah Rajas
Tamas, Kesatria adalah pekerjaan yang membutuhkan ilmu yang cukup agar dapat
memimpin negara atau pemerintahaan Triguna yang menguasai adalah Rajas
satwam, dan Brahmana adalah yang mempunyai latar belakang Spiritual seperti
pemuput upacara2 ritual dan Triguna yang menguasai adalah Satwam.
Didalam mendekatkan diri
(Bhakti) kehadapan Yang Widhi Wasa banyak jalan yang dapat ditempuh sesuai
dengan bakat dan kemampuan spiritualnya. Bagi umat Hindu yang belum banyak
mengetahui pengetahuan (Jnana) spiritual jalan yang terbaik adalah Bhakti
Marga. Bagi umat yang banyak berkarya maka Karma Marga yang harus dilakukan,
dan apabila tertarik dengan ilmu pengetahuan maka Jnana Marga yang sebaiknya
dilaksanakan dan bagi umat yang sudah mulai mempelajari Yoga maka Raja Yoga
yang sebaiknya dilakukan.
Diantara Catur Marga ini jangan
dipermasalahkan mana yang terbaik, semua marga ini mempunyai nilai yang sama
dihadapan Yang Widhi Wasa yang penting kesucian dan ketulusan dalam diri
sendiri.
III.
PENUTUP
Apabila kita perhatikan Konsep2
dalam ajaran agama Hindu cukup banyak dan saling terkait satu sama lainnya,
tinggal kita harus mengetahui sistimatika cara belajar (membahas). Catur
Konsep adalah baru sebagian kecil dari konsep2 agama Hindu yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan. Untuk mempelajari secara keseluruhan konsep 2
Hindu membutuhkan waktu dan tenaga disamping refrensi2 agama Hindu belum
banyak diterjemahkan sehingga kita harus mencari sendiri.
Gambar dalam ilustrasi Catur
Konsep adalah sebagai metodelogi mempelajari ajaran Agama Hindu, sehingga
dapat dimengerti lebih mudah, tepat dan cepat. Apabila sudah dimengerti Catur
Konsep tersebut, maka kita dapat melakukan semacam simulasi yaitu mencoba
menganalisa hubungan Catur Konsep yang satu dengan Catur Konsep yang lain.
Dalam simulasi setiap lingkaran
dapat diputar putar kekanan maupun kekiri sehingga dapat dikelompokkan Catur
Konsep yang terkait, apabila ditarik garis lurus dari titik sentral
lingkaran. Mudah2 an dengan Catur Konsep ini dapat memperjelas dari ajaran
yang terdapat dalam agama Hindu, dan kita mengetahui posisi masing2 dimana
berada pada masa yang lalu, saat ini maupun dimasa yang akan datang, sehingga
dapat berperan sesuai dharmanya.
|
DAFTAR PUSTAKA
Wiana, I Ketut, 2003, VEDA VAKYA TUNTUNAN PRAKTIS MEMAHAMI VEDA, Penerbit Pustaka Bali
Post.
Gorda, I Gusti Ngurah, 2003, Membudayakan Kerja Berdasarkan Dharma, Penerbit Pusat Kajian Hindu.
Supartha, Wayan, 1995, Dharma Agama & Dharma Negara, Penerbit BP.
Soebandi, Ketut, Bakti
Kepada Kawitan (Leluhur) Adalah Paramo Dharmah, Penerbit CV. Kayumas Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar